Selamat datang
kakak, slamat datang kakak, selamat datang kami ucapkan.... itulah penggalan
lagu sambutan ketika kami membina pramuka di SDK Langke Majok. Sapaan hangat
dan wajah ceria penuh semangat mendamaikan hati kami.
“Selamat siang
semuanya” itulah kalimat pertama yang kami ucapkan. Dengan nada ceria nan penuh
semangat merekapun menjawab.. “Selamat siang bu”. Selanjutnya kami mengawali
dengan perkenalan diri. Kemudian kita berbincang hangat dengan mereka. Seperti
umumnya “PRAMUKA” yang pernah saya ikuti, kegiatan ini dimulai dengan tepuk
pramuka. Sebagian besar dari siswa kami sudah paham tentang tepuk pramuka ini.
jadi tidak ada kendala yang berarti.
Kegiatan selanjutnya
adalah memeriksa kerapihan. Kemudian kami menatap satu persatu siswa kami ini.
Hati kami teriris miris. Periksa kerapihan? Apanya??? Tiba-tiba kami merasa
bersalah telah memerintahkan itu.
Apa
yang anda ketahui tentang pramuka selama ini? Untuk kami yang menempuh jenjang
pendidikan pramuka di tanah jawa tentu paham bagaimana pramuka itu. iya, tepuk
pramuka, salam pramuka, dan juga tentang kerapihan. Tentang seragam pramuka dan
perlengkapannya. Bagaimana dengan itu? Bagaimana dengan Seragam pramuka
lengkap, sepatu hitam, kaos kaki hitam, hasduk, topi pramuka, dan segala
perlengkapannya itu? tentu anda tidak asing bukan?
Hari
pertama kami mengisi kegiatan ini, kami berpakaian pramuka lengkap. Baju
pramuka, hasduk, sepatu dan kaos kaki hitam. Lalu.... bagaimana dengan murid
kami?? Bagaimana dengan mereka? Bagaimana dengan sepatu, baju, dan perlengkapan
lainnya?
Mereka
berpakaian lengkap? Tidak.. baju boleh saja seragam pramuka. Tapi bagaimana
dengan seragamnya. Kami melihat jelas apa yang dikenakan murid-murid kami.
Seragam lusuh, tanpa ikat pinggang, kancing baju tak beraturan dan terkadang
menghilang. Lalu bagimana dengan sepatu? Tidak ada sepatu hitam, kaos kakipun
sama. Sebagian dari murid kami ini hanya memakai sandal jepit yang telah menipis
tergerus waktu dan lamanya perjalanan yang ditempuh untuk menuju ke sekolah.
Kemudian, bagaimana dengan topi dan hasduk? Yang ini jelas tidak ada satupun
siswa kami yang mengenakannya.
Tidak ada lagi periksa kerapihan. Kali ini kami membawa
murid-murid kami ke belakang gedung sekolah yang sudah tak layak pakai. Sebuah
alam bebas nan indah. Kita bisa melihat bukit-bukit dan hijaunya pepohonan,
teriknya matahari, birunya langit, dan sesekali tiupan angin yang menentramkan
jiwa. Alam ini memang indah. Tapi tunggu dulu... Anda melihat gedung di
belakang kami. Sebuah gedung sekolah itu berdinding kayu, beralaskan tanah, dan
tanpa daun jendela. Itulah salah satu sudut sekolah kami. Gedung itu digunakan
untuk ruang kelas 1 sampai 3. “Gedung pintar” kami menyebutnya seperti itu.
Karena di gedung sangat sederhana itulah,
anak-anak bangsa ini mulai mengenal dunia. Mengenal sedikit-demi sedikit.
Memulai membaca dan berhitung.
Kami berpegang satu
sama lain, membentuk sebuah lingkaran dan membangun sebuah benteng pertahanan
dengan penuh semangat. Kami disini memiliki tekad yang kuat. Membangun negeri
dari titik terbawah yang bisa kami tapaki dan kami rangkul. Generasi anak
bangsa yang bertekad mengubah dunia. Bukan merubahnya menjadi dunia moderen
seperti yang sedang di gembar-gemborkan di media. Kami disini mencoba membangun
dari titik yang mungkin tidak di mudah di jangkau. Dengan segala keterbatasan,
kami mencoba meringankan beban mereka.
Kehidupan itu
singkat bukan. Sesingkat ekstra pramuka hari ini. kami harus segera
menyelesaikan kegiatan ini. Waktu telah menunjukan pukul 12.00 WITA, kami harus
segera pergi dari sekolah ini. Anda tanya kenapa? Kita harus berbagi kawan?
Anda bertanya berbagi apa? Tentu saja gedung sekolah kami.
Dibalik
kesederhanaan dan keusangan gedung kami, kami masih harus berbagi dengan kakak
SMA. Sebelum berbagi dengan SMA kami juga sempat berbagi gedung dengan SMP
selama 3 tahun. Bukankah gedung kami hebat? Sekolah se-atap? Bukan. Ini murni
gedung kami. Hanya saja SMA di daerah kami belum memiliki gedung sendiri, jadi
untuk hampir tiga tahun ini, sekolah kami berbagi shift dengan SMA. Saat pagi
hari itu adalah ruang kelas SD. Tapi saat waktu menunjukan 12.30 WITA ruangan
itu berubah menjadi ruang kelas SMA. Kalian pernah berbagi dalam keterbatasan.
Kami disini terbiasa seperti itu. Jadi.... “jangan hanya berbagi saat anda
memiliki lebih, tapi berbagilah kapan saja dan saat apa saja. Berbagilah saat
anda merasa kurang, maka disitu anda dapat merasaka nikmat “lebih” dari yang
selama ini anda inginkan.”
"Mari hidup untuk berbagi dan berbagi untuk tetap hidup"
Retno Ristianingrum, SM3T angkatan IV Kab. Manggarai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar