Aku pikir, aku bisa berpura-pura melupakan semuanya dan berpura-pura tidak merindukan siapapun.
Sering sekali aku hidup dengan perasaan acuh dengan apa yang ada dalam hatiku. Melakukan segala sesuatunya sendiri.
mengambil keputusan yang jauh dari kata pertimbangkan. Hidupku hanya sebatas
bagaimana aku saat ini, seraya berharap kehidupanku kelak akan baik-baik saja
dan bahagia.
Seseroang dari kehidupanku di masalalu mengatakan, “ada dua hal yang
harus kau lakukan agar kau hidup bahagia: meminta maaf dan juga memaafkan
dengan tulus”. Hanya itu dan aku telah menycobanya. Ini benar, karena saat kau
tidak bisa memaafkan seseorang, pasti ada perasaan yang tertahan dalam hatimu
dan itu akan membuatmu menderita. Dan aku yakin seseorang tidak akan bahagia,
jika masih saja hidup dengan perasaan bersalah. Jadi aku pikir benar jika kebagaiaan itu tentang dua hal:
meninta maaf dan juga memaafkan.
Aku menjalani kehidupanku dengan dua hal tersebut. Tetap saja ada sebuah
perasaan yang masih terus mengusiku. Ini tentang kisahku di masa lalu. Tentang
cerita kehidupanku kala itu. Beberapa hari ini kembali mengusiku. Rasanya
seperti rohku terlempar jauh di periode waktu itu. Entah angin apa yang membawaku ke periode
itu, yang jelas sesekali angin itu membuat mata ini berair. Jangan berpikir aku
menangis, ini hanya angin yang membuat mata ini berair.
Saat ini aku hidup dengan kehidupan yang baru. Bahkan aku tinggal sangat
jauh dari tempat tinggalmu saat ini. Kenapa bayangmu tetap saja muncul.
Mungkinkah angin itu juga yang membawamu? Aku hampir lupa dengan semua cerita
masa laluku. Menjalani kehidupan sendiri-sendiri untuk waktu yang cukup lama.
Tidak.. ini lama sekali. Jadi bagaimana mungkin aku bisa mengingatnya terus.
Aku pernah memulai dengan orang baru kemudian mengakhirinya juga. Dan aku tahu
kaupun begitu. Dan itu berlangsung tidak hanya sekali. Tapi kenapa perasaanku,
hatiku, dan pikiranku masih tetap di periode itu?
Aku pernah menetapkan hati untuk seseorang. Bukankah “saat kau sudah
menetapkan hati untuk seseorang, kau akan terus menyukainya, menunggunya, dan
semua itu tidak akan berubah. Lalu mengapa hatiku tetap pada periode itu? Aku
yakin telah melupakan dan memulainya dengan yang baru. Tidakkah itu bisa
berubah? Sepertinya aku salah, saat otakku melepaskan semua kenangan itu,
ternyata sisi lain dari hatiku tetap mempertahankan itu. Mungkin karena itu aku
masih mengingatnya dan yang terburuk dari itu adalah, ternyata aku
merindukannya.
Kali ini aku merindukanya dalam kesendirian. Menatap layar dan merangkai
kata yang semakin meyakinkan bahwa kau benar-benar merindukanya. Kali ini aku
benar-benar sendiri. Sendiri dalam keheningan kehidupan yang jauh dari kata
kehidupan moderen. Aku menyusuri padang sabana yang masih hijau, angin bertiup
cukup kencang, dan matahari NTT ini semakin membuatku kulitku gelap. Melihat
heningnya kehidupan disini, gereja,
lapangan, dan sekolah. Dan di sudut kecil itu. Di depan kelas itu aku melihat
jungkat-jungkit. Sebuah permainan sederhana yang membuatku sadar tentang
kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan itu seperti bermain jungkat-jungkit. Ada
hal yang tidak bisa kau lakukan sendiri, tapi harus bersama orang lain.” Dan di
jungkat-jungkit yang usang itu aku merindukannya. Merinukan orang-orang yang
aku pertahankan hidup di hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar