Angin semakin bertiup kencang. Hawa dingin di tanah ini semakin
membekukan hariku. Meski matahari NTT semakin terik, tapi tetap saja aku merasa
alam ini semakin beku. Sabana luas nan hijau mulai menampakan warna
kecoklatannya. Begitupun air, sungai mulai kehilangan akalnya. Anak-anak dan
gligen air mulai menghiasi jalanan. Flores mulai mengering. Ini hampir sama
dengan kondisi saat pertama kali saya menginjakan kaki di bumi ini.
Juni 2015, Ramadhan menyapaku di sini. Ramadhan dengan segala
keterbatasan yang teramat sangat. Keterbatasan? Tentu saja. Kebiasaan-kebiasaan
yang jauh dari Ramadhan sebelum-sebelumnya. Suara Adzan langsung dari masjidpun
hingga ramadan hari ke-7 tidak pernah saya dengar. Selama ini aku hanya
mengandalkan penanda waktu sholat yang terinstal di hp. Lalu bagaimana dengan
tarawih? Tentu saja saya tidak meninggalkannya. Teman-teman laki-lakilah yang
menjadi imam sholat tarawih kami. Dan kau tau? Aku juga merindukan tahu dan
tempe. Sepertinya dua makanan itu kini menghilang dari peredaran. Benar saja,
si penjual telah kembali ke tanah jawa. Sepertinya ini akan menjadi satu
bulanku tanpa makanan favoritku itu.
Ramadhan kali ini benar-benar berkesan. Tanah ini benar-benar berbeda
dengan tanah jawa. Apakah kamu pernah berburu di jaman moderen? Kemarin kami
melakukannya. Awalnya saya dan teman seperjuangan hanya berniat berburu sun
rise di pantai selatan, sambil menitipkan salam rinduku untuk keluargaku di
bagian selatan jawa tengah. Tapi ternyata perburuan kami tidak berhenti sampai
disitu. Kami melanjutkan perjalanan menyusuri alam yang menakjubkan di Mangarai
ini. Alhasil kami berburu pete cina, asam, dan ikan di alam bebas. Hasil itu kami
ramu menjadi menu berbuka puasa.
Alam di sini benar-benar indah. Hanya saja jalanan rusak, berbatu, dan
berkelok seringkali membuat kami enggan untuk beranjak menikmati alam ini. Alam
di sini juga cukup banyak memberikan kami bekal untuk hidup. Sayuran, buah, dan
ikan masih bisa dengan mudah di jumpai di sana sini. Tapi tetap saja, aku masih
menginginkan Jawa. Aku merindukannya, benar-benar merindukannya. Jawa dengan segala kelengkapan yang ada. Keluarga, sahabat, dan juga
segala sisi moderen dan suara-suara adzan dari masjid-masjid yang dengan
mudahnya di jangkau. Aku sadar, saat aku nantinya telah hidup di jawa lagi
akupun akan merindukan tempat ini. Tanah Flores dengan segala eksotika dan
keterbatasan yang akan aku rindukan. Keluarga dan pengalaman yang menakjubkan. Dan
juga kebersamaan tanpa batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar