Aku memutuskan untuk keluar sangkar
kembali setelah hampir dua bulan lamanya aku berdiam diri di rumah. Mencari
suasana baru. Mencoba melakukan sesuatu yang waktu itu menurutku cukup keren.
Menjadi “Relawan”. Kata-kata keren tapi penuh tantangan. Dalam bayanganku aku
berada dalam sebuah wilayah gawat darurat bencana, melakukan aksi sosial,
membaur dengan masyarakat pribumi dan ya… aktivitas kece lainnya. Tapi
ternyata, aku kalah dengan apa yang aku bayangkan. Keadaan yang ada jauh dari
apa yang aku khayalkan. Hmmm semacam kecewa? Mungkin iyaa… Aku tidak akan
membahas cerita tentang menjadi relawan itu. Tapi sisi lain dari sebuah
kegiatan relawan. Sebuah “Pertemuan”.
Pertemuan pertama di Bandung, 27 Oktober
2015. Sebuah pertemuan dan proses saling mengenal, benar-benar butuh
penyesuaian. Kelemahanku selain susah membedakan kanan kiri adalah mengingat
nama orang. Pertemuan di Bandung selama empat hari tidak cukup untuk mengingat
sebatas rekan perempuan yang ada dalam tempat yang sama denganku. Yang aku
ingat hanya yang sekamar denganku dan penghuni “kandang babi”. Tapi, waktu
terus berjalan. Hari-hari berikutnya aku mulai mengenal satu persatu dari
mereka. Setidaknya untuk “anak gadis” yang tinggal satu atap denganku, akhirnya aku telah mengetahui namanya”. Teman
satu kamarku: Titin, Jayah dan Lia. 4 orang Penghuni “Kandang Babi” sudah aku
kenal jauh sebelum kegiatan ini. Nata dan Princess, dia teman satu prodi, Purwi
teman satu SMA ku dulu. Dua penghuni kandang babi yang lainnya adalah orang
baru di kehidupanku. Nungki yang katanya namanya itu kependekan dari guNung
Kidul dan yang satunya Nensi alias Zee anak jururasan matematika, tapi kesan
pertamaku dia anak ekonomi. Dan penghuni kamar tengah, Kak Mia, Kak Ayu, dan
Ida.
Kandang Babi |
Singkat kata mereka adalah teman
seperjuanganku di Pekanbaru selama dua bulan kedepan. Periode empat hariku di
Bandung tentu tidak cukup bagiku untuk mengenal kepribadian dan watak mereka.
Tapi, seiring berjalannya waktu dan tingkat interaksiku dengan mereka, sedikit
demi sedikit aku mulai mengenal karakter mereka.
Stasiun Bandung |
Hari pertama di Bandung. Aku
menginjakkan kaki di kota ini sekitar pukul 11.00 WIB, di sebuah stasiun kereta
api. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju lokasi kegiatan. Merasa asing?
Tentu saja, aku datang saat yang lain sudah memulai kegiatan di hari ke-3.
Setelah meletakkan koper akupun menuju tempat kegiatan geng mata pelajaran
geografi. Masih teringat jelas berbekal aplikasi Maps yang terinstal di Hp aku
mencoba menemukan lokasi keberadaan gengku itu. Setelah naik angkot dan
berjalan kaki, akhirnya aku menemukan tempat itu, “Rumah kuning di Jalan Sumbawa”.
Sesampainya di sana aku berjumpa dengan geng Sosiologi yang aku ingat waktu itu
ada Titin (teman sekamar) dan Novianto (Korkab Yahukimo). Setelah menunggu
beberapa menit temen satu geng ku keluar dari kelas. Yeah… Bertemu kembali
dengan Princess alias tari, alias ayix, alias tj dan Nata.
Dua temanku itu sudah aku kenal semenjak
2009, maklum mereka adalah teman satu prodi ketika kuliah dulu. Kami sangat
dekat?? Ahh mungkin, hahhaha. Setelah edisi alay karena pertemuan kembali
selesai, aku diculik masuk ke kelas dan bergabung dengan geng geo yang lainnya.
Yang aku inget di kelas itu ada tiga anak gadis sebut saja aku, nata, dan
princess. Kemudian ada empat cowok. Reza anak Medan yang berlogat Sunda, A
Ikhsan, Mas Arif, dan yang satunya aku lupa.
Ketika kegiatan di kelas selesai tiga
anak gadis merencanakan sebuah pertemuan kembali dengan rekan kita satu kampus
dulu yang telah memilih kampus lain untuk melanjutkan studynya. Dan akhirnya
pertemuan kembali. Kami bertemu dengan Fani, teman menggilaku dengan
dunia korea dan yang satunya “Bayu” iyaa dia teman kuliah dulu.. Mereka
melanjutkan S2 di Upi, karena kita merasa UPI sekarang dalam jangkauan jadi
kami putuskan untuk meet up.
Edisi Anak Gadis |
with Bayu |
Setelah jalan kaki, naik angkot, dan
jalan kaki lagi akhirnya kami bertemu dengan Fani dan diajak makan di tempat
nongkrong anak UPI sambil menunggu si Bayu. Namanya juga anak gadis rumpi, jadi
kamipun ngobrol panjang lebar kali tinggi. Edisi pejalan kaki berlanjut
menyusuri kampus UPI. Iyaa… ini kunjungan pertamaku di kampus ini. Sejuk dan ya
nyaman… setelah berkeliling selfie dan
ngerumpi dan kaki udah pegal-pegal, kami memutuskan untuk mengunjungi markasnya
Fani. Ceritanya mengintip kehidupan anak kos di kota kembang ini. Hari pertama
cukup sampai disini. Kami harus kembali ke tempat yang seharusnya, rumah kuning
di Jalan Tirtayasa.
Edisi Sinau |
Ci Walk |
Hari selanjutnya, setelah selesai dari
kegiatan utama kami bertiga selalu mengunjungi tempat-tempat yang kiranya
menarik, Mall, pusat perbelanjaan, atau hanya sekedar berjalan kaki menyusuri
jalanan kota Bandung yang teduh. Rekor terkeren jalan kaki di Bandung adalah “jalan
kaki dari “Ciampelas Walk” sampai ke rumah kuning di jalan Tirtayasa. Berapa
km?? Entahlah yang jelas cukup melelahkan dan tentunya membahagiakan...
Bandara Husein Sastranegera-Bandung |
Hari-hari berlalu dan 31 Oktober
menyapa. Perjuanganpun akan segera di mulai. Edisi Bandung ditutup dengan
selfie di Bandara Husein Sastranegara. Sampai jumpa “Bandung”, salah satu kota
impian masa depan. Semoga masih bisa berjumpa, entah menetap atau sekedar
berkunjung.
Bandung,
Minggu terakhir di Bulan Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar