Halaman

Selasa, 19 Januari 2016

K-Lyric: Park Yu Chun (박유천) of JYJ – How Much Love Do You Have In Your Wallet (당신의 지갑에는 얼마의 사랑이 있) + Terjemahan



Ceritanya hari ini lagi kesemsem sama lagu barunya si abang jidat ini.. Abaikan berapa umurku saat ini dan mari menikmati lagu terbarunya..

Hangul

누군가 사랑에 빠지면
다른 누군 이별을 하겠죠
키가 자라면
우리 엄마 아빤 작아질 텐데

Rabu, 13 Januari 2016

Teman Seperjuangan?

Pagi hari di Bantaran Sungai Siak

 Perjuangan terkadang memang terasa cukup melelahkan, menyebalkan, dan juga terkadang membuat putus asa. Tapi tetap saja masih ada sisi lain dari perjuangan yang nanti akan dirindukan saat kita memutuskan untuk berhenti berjuang, atau memutuskan untuk melanjutkan perjuangan yang berbeda dari sebelumnya. Saat ini aku memang sudah berhenti berjuang dengan beberapa rekanku itu, kami berpisah karena periode ini telah selesai dan kami harus melanjutkan untuk misi kita masing-masing. Dan kini akupun merindukannya.

Selasa, 12 Januari 2016

Bulan Baru Pekanbaru


Senin 1 November 2015. Matahari belum nampak di kota ini. Apakah ini efek kabut asap? Ini merupakan pagi pertamaku di Pekanbaru. Rencananya aku dan rekan yang lain akan berkunjung ke dinas terkait dan mengunjungi beberapa tempat yang akan menjadi sasaran bantuan tenaga dari kami. Menu sarapan pagi ini, aku menyebutnya lontong sayur. Perpaduan lontong, mie, dan kuah santan yang pekat. Suka? Hmmmmmm mungkin belum terbiasa.

Senin, 11 Januari 2016

Akhirnya “Suvarnabhumi”



31 Oktober 2015, Aku memulai perjalanan baru menuju pulau sebrang. Pulau Sumatera, yang dalam bahasa sansekerta bernama “Suwarnadwipa atau Suvarnabhumi” yang berarti pulau emas. Bangsa Eropa menyebut pulau ini sebagai Pulau Sumatera. Yang akhirnya mulai era kedatangan bangsa Eropa nama pulau di utara Pulau Jawa ini disebut sebagai Pulau Sumatera baik secara nasional maupun internasional. Pulau emas, seperti apakah pulau ini? Sebenarnya saya lebih tertarik dengan kebudayaan asli pulau ini.

Minggu, 10 Januari 2016

Pertemuan






  
Aku memutuskan untuk keluar sangkar kembali setelah hampir dua bulan lamanya aku berdiam diri di rumah. Mencari suasana baru. Mencoba melakukan sesuatu yang waktu itu menurutku cukup keren. Menjadi “Relawan”. Kata-kata keren tapi penuh tantangan. Dalam bayanganku aku berada dalam sebuah wilayah gawat darurat bencana, melakukan aksi sosial, membaur dengan masyarakat pribumi dan ya… aktivitas kece lainnya. Tapi ternyata, aku kalah dengan apa yang aku bayangkan. Keadaan yang ada jauh dari apa yang aku khayalkan. Hmmm semacam kecewa? Mungkin iyaa… Aku tidak akan membahas cerita tentang menjadi relawan itu. Tapi sisi lain dari sebuah kegiatan relawan. Sebuah “Pertemuan”.

Jumat, 16 Oktober 2015

13:46 "Mianhamnida"


Minhamnida, maaf, sorry. Untuk beberapa hal aku perlu mengatakan itu. Entah angin apa yang tiba-tiba membawa api dan membakar perasaanku pagi ini. Ada sesuatu yang mengganjal dan harus aku ungkapkan. Mungkin aku sering mengatakan aku baik-baik saja, lebih tepatnya terlalu sering. Aku berbohong, iyaa.. Ada perasaan yang ingin aku jaga, ada rahasia yang belum saatnya diungkapkan. 

Tentu saja aku merasa bersalah setelah kebohongan itu, tapi lagi-lagi ada perasaan yang ingin aku jaga. Aku hanya tidak ingin anda mengetahui lebih banyak dari porsi yang menurutku sudah cukup. Hanya tidak ingin menjadikanku terlalu terbiasa dan nyaman saat aku masih menyebutmu kamu. Dan "kami dan kita" saja belum memulai.

Perasaan siapa yang ingin aku jaga? tentu saja perasaanku. Aku hanya bertanya-tanya, bagaimana jika kemudian aku dan kamu menjadi tidak nyaman satu sama lain? Tidakkah aku kecewa? Tentu saja!!! Aku membenci ketidak nyamanan. Tapi tetap saja menjadi jujur adalah hal yang paling sulit yang bisa aku lakukan. Aku selalu menjadi kaku untuk urusan asa dan rasa. Terkadang untuk sekedar bermimpipun enggan. 

Senin, 28 September 2015

Anti Sosial (Embuh)



Aku pikir sifat anti sosialku semakin akut. Kenapa aku begitu takut bertemu dunia luar? Semakin hari ada kekuatan yang membuatku tetap tertahan di ruang sempit ini. Ini bukan ruang yang nyaman, bahkan tidak ada kenyamanan sama sekali. Aku terdiam seolah hidupku damai. Tapi otakku masih tidak bisa berdamai dengan dengan hidupku ini.

Ketakutan sosialku semakin tinggi, bahkan aku tidak berani untuk sekedar menyapa orang-orang yang dulu aku kenal. Ada beban sosial yang teramat sangat yang mengganjal pikiranku. Langkahku selalu tertahan. Dan kegiatankupun jauh dari kata berguna.

Aku telah tumbuh menjadi Retno Ristianingrum yang berusia 24 tahun dan telah menyelesaikan study strata satu ku. Bahkan aku telah mampu berjalan jauh sampai di Flores sana. Tapi kenapa aku masih jauh dari kata dewasa? Aku pikir ini bukan lagi saatnya bagiku hanya berorientasi pada mimpi yang tidak masuk akal. Aku sudah memutuskan menyerah terhadap impianku semenjaka aku menulis “Retno Ristianingrum, mau jadi apa kamu”.

Minggu, 27 September 2015

Pulau Flores #Part 5 "TERIMA KASIH SMP NEGERI 6 SATARMESE"

SMP Negeri 6 Satarmese
Setelah satu bulan berlalu, akhirnya aku beranikan diri untuk menulis ini. Tentu ada rasa takut, sungkat, dan juga rindu yang menggebu ketika aku menuliskan ini. Menjadi bagian dari keluarga besar SMP Negeri 6 Satarmese adalah kebahagiaan yang luar biasa. Sebuah takdir dan pengalaman luar biasa yang pernah saya alami. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur dan juga maaf untuk satu tahun kebersamaan.
Siswa Menuruni bukit menuju sekolah
medan paling terjal
Aku masih mengingat jelas  langkah kaki pertama SMP Negeri 6 Satarmese pada tanggal 29 Agustus 2014 yang lalu. Menuruni bukit selama 30 menit jalan kaki dari perempatan Langke Majok sampai di SMPN6 adalah awal dari pengalaman yang menakjubkan. Pagi itu begitu dingin, langkahku  nampak begitu pelan dibandingkan dengan semangat calon anak didiku itu. Aku masih mengingat jelas nama siswa yang pertama kali aku ajak berkenalan. Siswa kelas VIII D yang ternyata memiliki nama yang sama denganku “Retno”. Sambil bertanya banyak hal aku dan segerombolan siswa kelas VIII berjalan menuju sekolah. Berkali-kali aku bertanya apakah SMP nya masih jauh? Mereka menjawabnya “tidak ibu”. Tapi menurutku aku sudah berjalan sangat jauh.

Sabtu, 26 September 2015

Pulau Flores #Part 4 "Langke Majok“ (Keluarga Om Pius)

@Bandara Ruteng.. Edisi Alen berangkat ke Kupang

Keluarga Om Pius. Aku merasa menjadi bagian dari keluarga ini meski kami menyembah Tuhan dengan nama dan cara yang berbeda. Dan aku yakin tiga orang teman seperjuanganku pun merasakan hal yang sama. Melebur menjadi keluarga. Kami hidup bersama di keluarga ini selama satu tahun. Keluarga yang luar biasa, semacam keluarga musisi. Seluruh anggota keluarganya bersuara merdu.

Om Pius, dia merupakan bapak bagi kami ber-empat, dan sering sekali kami merepotkan si om. “Om, bisa antar kami ke Ruteng om?”. Dengan mobil kebanggaan AKPP kami berempatpun menuju Ruteng dan memborong sembako sebagai bekal hidup di Langke Majok. Mobil Pik up milik om pius tercatat pernah mengantar kami ke Pantai Nangawoja di hari ketiga kami di desa ini. Ke Ruteng? Entah berapa kali, yang jelas berkali-kali. Ke Mowol,  ketika kami sedang melaksanakan program kerja di SMP Satap Mowol. Ke embung dan bakaran ayam atau hanya sekedar pergi ke kebun milik Om Pius, memanen jagung dan rambutan. Perjalanan malam hari, pesta? Siapa takut, ada om yang selalu menjaga kami, jadi kami aman. Terima Kasih Om Pius, telah menjadi ayah yang sangat baik selama setahun. Semoga sehat selalu.

Jumat, 25 September 2015

PULAU FLORES #PART 3 "LANGKE MAJOK (Mencoba Tumbuh Menjadi Keluarga #AKPP)"


Terima Kasih DIKTI, dengan programmu aku bisa menikmati sunyinya “Langke Majok”. 29 Agustus 2014, pertama kalinya aku menginjakkan kaki di desa ini. Desa yang dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan. Langke Majok merupakan salah satu kawasan di Desa Nao, Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai. Desa yang asri, sunyi, sejuk, dan ramah. Lokasinya tidak jauh dari Kota Ruteng, cukup satu jam. Dan desa ini juga berada di jalur utama menuju tempat wisata adat, Kampung Adat Todo, dan juga Kampung Waerebo.

Per-29 Agustus 2014 sampai dengan 20 Agustus 2015, saya ditakdirkan menjadi Anak Kos NTT yang ceritanya lagi jadi ibu guru yang mengabdi di daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal. hahahahaa Mengabdi katanya.... tapi menurutku hanya sekedar menjalankan tugas. Semacam tugas kenegaraan dalam bahasa kerennya. Hahahaha

Satu tahun menjadi anak kos NTT. Aku dan teman seperjuangan, sebut saja Yayu Niu, Yayu Shinta, dan Yayu Anis hidup di sebuah rumah milik keluarga “Om Pius”. Kami menyewa dua kamar. Dan patner tidurku satu tahun saat itu adalah Yayu Shinta. Kami berasal dari LPTK yang sama, UNNES. Anak Semarang ceritanya, tapi asal kelahiran kami berbeda, tapi tetap satu rumpun yaitu rumpun NGAPAK.

Halaman

Get Code

pop2

pop