SMP Negeri 6 Satarmese |
Setelah satu bulan berlalu, akhirnya aku
beranikan diri untuk menulis ini. Tentu ada rasa takut, sungkat, dan juga rindu
yang menggebu ketika aku menuliskan ini. Menjadi bagian dari keluarga besar SMP
Negeri 6 Satarmese adalah kebahagiaan yang luar biasa. Sebuah takdir dan
pengalaman luar biasa yang pernah saya alami. Tak henti-hentinya aku mengucap
syukur dan juga maaf untuk satu tahun kebersamaan.
Siswa Menuruni bukit menuju sekolah |
medan paling terjal |
Aku masih mengingat jelas langkah kaki pertama SMP Negeri 6 Satarmese
pada tanggal 29 Agustus 2014 yang lalu. Menuruni bukit selama 30 menit jalan
kaki dari perempatan Langke Majok sampai di SMPN6 adalah awal dari pengalaman
yang menakjubkan. Pagi itu begitu dingin, langkahku nampak begitu pelan dibandingkan dengan
semangat calon anak didiku itu. Aku masih mengingat jelas nama siswa yang
pertama kali aku ajak berkenalan. Siswa kelas VIII D yang ternyata memiliki
nama yang sama denganku “Retno”. Sambil bertanya banyak hal aku dan
segerombolan siswa kelas VIII berjalan menuju sekolah. Berkali-kali aku
bertanya apakah SMP nya masih jauh? Mereka menjawabnya “tidak ibu”. Tapi menurutku
aku sudah berjalan sangat jauh.
Retno, siswa SMP yang pertama kali aku kenal |
Setelah menempuh perjalanan 20 menit,
SMP tempat ku mengabdi terlihat jauh di ujung sebuah bukit yang dikelilingi
oleh bukit. Dan mereka mengatakan, “sudah dekat ibu… itu sekolahnya”. Apa yang
aku rasakan waktu itu? Tentu saja takjub… Bagaimana bisa ada sekolah dimana di
sekitanya tidak nampak ada permukiman penduduk?
Sepi, sangat sepi.. mungkin ini masih
terlalu pagi.. waktu masih menujukkan pukul 06.45 WITA. Hanya beberapa siswa
yang sedang duduk dan bercanda di depan kelas. Aku mendengar sapaan selamat
pagi dan melihat tatapan asing mereka. Kemudian aku menuju ruang guru dan
berdiri di depan ruangan itu. Aku masih takjub dan tidak habis pikir tentang
sekolah ini. Kemudian satu persatu guru datang dan aku berkenalan dengan segala
kecanggungan. Ada perbedaan yang mencolok di telingaku. Ragam Bahasa Indonesia
yang berbeda dengan yang saya gunakan selama ini. Bahasa Indonesia khas daerah
timur. Ternyata memang benar seperti yang di ceritakan Pak Hubert saat
prakondisi itu.
Waktu menunjukan pukul 07.15 WITA.
Lonceng berbunyi dan siswa pun berkumpul di depan kantor TU. Aku pikir aka nada
kegiatan apa, ternyata mereka berdoa secara sentral sebelum KBM. Dan saat itu
pula aku memperkenalkan diri. Berdiri di sebuah kursi dan perkenalan singkat
dengan siswa. Setelah selesai aku menuju ke Ruang Kepala Sekolah, Bapak Kendok
Kanisius. Beliau adalah kepala SMPN 6 Satarmese ini. Aku pernah berjumpa
sebelumnya di Dinas PPO sehari sebelum saya ke SMPN 6 ini. Saya mendapat pembagian
jam mengajar Geografi untuk seluruh kelas tiga dan IPS untuk kelas VIII C dan
VIII D untuk semester pertama ini. Rasanya kecanggungan di hari pertama itu
masih teringat jelas dalam ingatanku.
Hari berlalu, aku mencoba untuk tidak menjadikan
tempat ini asing. Hari demi hari aku mencoba menyesuaikan diri dengan segala
keadaan yang ada di sini. Tempat ini memang berbeda dengan Jawa. Ketika melihat
muridmu di pukul dan terkadang merekapun saling memukul pun aku harus terbiasa.
Termasuk ketika aku harus menarik napas panjang ketika melihat kenyataan mereka
masih tidak mengerti materi, atau untuk hal-hal kecil yang membuat saya marah. Aku
harus bisa menyesuaikan diri.
Semakin hari aku tersadar bahwa posisi
sebagai pengajarpun harus belajar. Untuk sebuah lingkungan yang berbeda, aku
juga belajar menyesuaikan diri. Hingga akhirnya, aku merasakan kehangatan
sebuah lingkungan yang dulu terasa asing. Berbagi kisah, pengalaman, dan juga
hanya sekedar tertawa dan menertawakan. Lingkungan ini benar-benar hangat.
Hingga tanpa disadari, akhir menyapa.
Kebersamaan selama satu tahun ini
benar-benar berharga. Saat dimana aku berdamai dengan alamku. Berjalan kaki di
pagi hari, menghirup udara yang jauh dari kata polusi, alam yang indah,
ramah-tamah penduduk yang benar-benar “Indonesia”, menyatu meski ada hal dimana
aku tidak mungkin menjadi satu, tertawa meski terkadang akupun sedang merindu
Jawa, dan segala kesederhanaan dan kearifan lokal yang indah.
Kini yang tertinggal adalah kenangan,
kerinduan yang sering tak terucap. Terima kasih untuk segenap kehangatan yang
luar biasa. Terima kasih telah menerimaku dengan baik meski aku datang dengan
segala perbedaan.. Terima Kasih untuk semua cinta dan kasih sayang. Semoga ada
kesempatan untuk berjumpa meski hanya
untuk sekedar saling menyapa. Salam rindu
dari Jawa… TERIMA KASIH KELUARGA BESAR SMPN 6 SATARMESE, Kecamatan Satarmese
Utara Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
“Terima Kasih DIKTI”
DIBUANG SAYANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar