Senin 1 November 2015. Matahari belum
nampak di kota ini. Apakah ini efek kabut asap? Ini merupakan pagi pertamaku di
Pekanbaru. Rencananya aku dan rekan yang lain akan berkunjung ke dinas terkait
dan mengunjungi beberapa tempat yang akan menjadi sasaran bantuan tenaga dari
kami. Menu sarapan pagi ini, aku menyebutnya lontong sayur. Perpaduan lontong,
mie, dan kuah santan yang pekat. Suka? Hmmmmmm mungkin belum terbiasa.
Meski tak semua bagian dari tubuh ini dapat merasakan tiap sudut di bumi, Setidaknya mata ini bisa mengintip dan menikmati keindahan tiap sudut di bumi ini
Selasa, 12 Januari 2016
Senin, 11 Januari 2016
Akhirnya “Suvarnabhumi”
31 Oktober 2015, Aku memulai perjalanan baru menuju
pulau sebrang. Pulau Sumatera, yang dalam bahasa sansekerta bernama
“Suwarnadwipa atau Suvarnabhumi” yang berarti pulau emas. Bangsa Eropa menyebut
pulau ini sebagai Pulau Sumatera. Yang akhirnya mulai era kedatangan bangsa
Eropa nama pulau di utara Pulau Jawa ini disebut sebagai Pulau Sumatera baik
secara nasional maupun internasional. Pulau emas, seperti apakah pulau ini?
Sebenarnya saya lebih tertarik dengan kebudayaan asli pulau ini.
Minggu, 10 Januari 2016
Pertemuan
Aku memutuskan untuk keluar sangkar
kembali setelah hampir dua bulan lamanya aku berdiam diri di rumah. Mencari
suasana baru. Mencoba melakukan sesuatu yang waktu itu menurutku cukup keren.
Menjadi “Relawan”. Kata-kata keren tapi penuh tantangan. Dalam bayanganku aku
berada dalam sebuah wilayah gawat darurat bencana, melakukan aksi sosial,
membaur dengan masyarakat pribumi dan ya… aktivitas kece lainnya. Tapi
ternyata, aku kalah dengan apa yang aku bayangkan. Keadaan yang ada jauh dari
apa yang aku khayalkan. Hmmm semacam kecewa? Mungkin iyaa… Aku tidak akan
membahas cerita tentang menjadi relawan itu. Tapi sisi lain dari sebuah
kegiatan relawan. Sebuah “Pertemuan”.
Jumat, 16 Oktober 2015
13:46 "Mianhamnida"
Minhamnida, maaf, sorry. Untuk beberapa hal aku perlu mengatakan itu. Entah angin apa yang tiba-tiba membawa api dan membakar perasaanku pagi ini. Ada sesuatu yang mengganjal dan harus aku ungkapkan. Mungkin aku sering mengatakan aku baik-baik saja, lebih tepatnya terlalu sering. Aku berbohong, iyaa.. Ada perasaan yang ingin aku jaga, ada rahasia yang belum saatnya diungkapkan.
Tentu saja aku merasa bersalah setelah kebohongan itu, tapi lagi-lagi ada perasaan yang ingin aku jaga. Aku hanya tidak ingin anda mengetahui lebih banyak dari porsi yang menurutku sudah cukup. Hanya tidak ingin menjadikanku terlalu terbiasa dan nyaman saat aku masih menyebutmu kamu. Dan "kami dan kita" saja belum memulai.
Perasaan siapa yang ingin aku jaga? tentu saja perasaanku. Aku hanya bertanya-tanya, bagaimana jika kemudian aku dan kamu menjadi tidak nyaman satu sama lain? Tidakkah aku kecewa? Tentu saja!!! Aku membenci ketidak nyamanan. Tapi tetap saja menjadi jujur adalah hal yang paling sulit yang bisa aku lakukan. Aku selalu menjadi kaku untuk urusan asa dan rasa. Terkadang untuk sekedar bermimpipun enggan.
Senin, 28 September 2015
Anti Sosial (Embuh)
Aku pikir sifat anti sosialku semakin
akut. Kenapa aku begitu takut bertemu dunia luar? Semakin hari ada kekuatan
yang membuatku tetap tertahan di ruang sempit ini. Ini bukan ruang yang nyaman,
bahkan tidak ada kenyamanan sama sekali. Aku terdiam seolah hidupku damai. Tapi
otakku masih tidak bisa berdamai dengan dengan hidupku ini.
Ketakutan sosialku semakin tinggi,
bahkan aku tidak berani untuk sekedar menyapa orang-orang yang dulu aku kenal. Ada
beban sosial yang teramat sangat yang mengganjal pikiranku. Langkahku selalu
tertahan. Dan kegiatankupun jauh dari kata berguna.
Aku telah tumbuh menjadi Retno
Ristianingrum yang berusia 24 tahun dan telah menyelesaikan study strata satu
ku. Bahkan aku telah mampu berjalan jauh sampai di Flores sana. Tapi kenapa aku
masih jauh dari kata dewasa? Aku pikir ini bukan lagi saatnya bagiku hanya
berorientasi pada mimpi yang tidak masuk akal. Aku sudah memutuskan menyerah
terhadap impianku semenjaka aku menulis “Retno Ristianingrum, mau jadi apa kamu”.
Minggu, 27 September 2015
Pulau Flores #Part 5 "TERIMA KASIH SMP NEGERI 6 SATARMESE"
SMP Negeri 6 Satarmese |
Setelah satu bulan berlalu, akhirnya aku
beranikan diri untuk menulis ini. Tentu ada rasa takut, sungkat, dan juga rindu
yang menggebu ketika aku menuliskan ini. Menjadi bagian dari keluarga besar SMP
Negeri 6 Satarmese adalah kebahagiaan yang luar biasa. Sebuah takdir dan
pengalaman luar biasa yang pernah saya alami. Tak henti-hentinya aku mengucap
syukur dan juga maaf untuk satu tahun kebersamaan.
Siswa Menuruni bukit menuju sekolah |
medan paling terjal |
Aku masih mengingat jelas langkah kaki pertama SMP Negeri 6 Satarmese
pada tanggal 29 Agustus 2014 yang lalu. Menuruni bukit selama 30 menit jalan
kaki dari perempatan Langke Majok sampai di SMPN6 adalah awal dari pengalaman
yang menakjubkan. Pagi itu begitu dingin, langkahku nampak begitu pelan dibandingkan dengan
semangat calon anak didiku itu. Aku masih mengingat jelas nama siswa yang
pertama kali aku ajak berkenalan. Siswa kelas VIII D yang ternyata memiliki
nama yang sama denganku “Retno”. Sambil bertanya banyak hal aku dan
segerombolan siswa kelas VIII berjalan menuju sekolah. Berkali-kali aku
bertanya apakah SMP nya masih jauh? Mereka menjawabnya “tidak ibu”. Tapi menurutku
aku sudah berjalan sangat jauh.
Sabtu, 26 September 2015
Pulau Flores #Part 4 "Langke Majok“ (Keluarga Om Pius)
@Bandara Ruteng.. Edisi Alen berangkat ke Kupang |
Keluarga Om Pius. Aku merasa menjadi
bagian dari keluarga ini meski kami menyembah Tuhan dengan nama dan cara yang
berbeda. Dan aku yakin tiga orang teman seperjuanganku pun merasakan hal yang sama.
Melebur menjadi keluarga. Kami hidup bersama di keluarga ini selama satu tahun.
Keluarga yang luar biasa, semacam keluarga musisi. Seluruh anggota keluarganya
bersuara merdu.
Om Pius, dia merupakan bapak bagi kami
ber-empat, dan sering sekali kami merepotkan si om. “Om, bisa antar kami ke
Ruteng om?”. Dengan mobil kebanggaan AKPP kami berempatpun menuju Ruteng dan
memborong sembako sebagai bekal hidup di Langke Majok. Mobil Pik up milik om
pius tercatat pernah mengantar kami ke Pantai Nangawoja di hari ketiga kami di
desa ini. Ke Ruteng? Entah berapa kali, yang jelas berkali-kali. Ke Mowol, ketika kami sedang melaksanakan program kerja di
SMP Satap Mowol. Ke embung dan bakaran ayam atau hanya sekedar pergi ke kebun
milik Om Pius, memanen jagung dan rambutan. Perjalanan malam hari, pesta? Siapa
takut, ada om yang selalu menjaga kami, jadi kami aman. Terima Kasih Om Pius,
telah menjadi ayah yang sangat baik selama setahun. Semoga sehat selalu.
Jumat, 25 September 2015
PULAU FLORES #PART 3 "LANGKE MAJOK (Mencoba Tumbuh Menjadi Keluarga #AKPP)"
Terima Kasih DIKTI, dengan programmu aku bisa
menikmati sunyinya “Langke Majok”. 29 Agustus 2014, pertama kalinya aku
menginjakkan kaki di desa ini. Desa yang dikelilingi oleh pegunungan dan
perbukitan. Langke Majok merupakan salah satu kawasan di Desa Nao, Kecamatan
Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai. Desa yang asri, sunyi, sejuk, dan ramah.
Lokasinya tidak jauh dari Kota Ruteng, cukup satu jam. Dan desa ini juga berada
di jalur utama menuju tempat wisata adat, Kampung Adat Todo, dan juga Kampung
Waerebo.
Per-29 Agustus 2014 sampai dengan 20 Agustus 2015,
saya ditakdirkan menjadi Anak Kos NTT yang ceritanya lagi jadi ibu guru yang
mengabdi di daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal. hahahahaa Mengabdi
katanya.... tapi menurutku hanya sekedar menjalankan tugas. Semacam tugas
kenegaraan dalam bahasa kerennya. Hahahaha
Satu tahun menjadi anak kos NTT. Aku dan teman
seperjuangan, sebut saja Yayu Niu, Yayu Shinta, dan Yayu Anis hidup di sebuah
rumah milik keluarga “Om Pius”. Kami menyewa dua kamar. Dan patner tidurku satu
tahun saat itu adalah Yayu Shinta. Kami berasal dari LPTK yang sama, UNNES.
Anak Semarang ceritanya, tapi asal kelahiran kami berbeda, tapi tetap satu
rumpun yaitu rumpun NGAPAK.
Kamis, 24 September 2015
Pulau Flores #Part "2 Ruteng (KOTA)"
SM3T Unnes Angkatan IV Penempatan Kabupaten Manggarai |
Ruteng. Aku yakin banyak orang yang masih merasa
asing dengan kata “Ruteng”. Dibandingkan dengan Labuhan Bajo, Kota Ruteng kalah pamor daripada Labuhan
Bajo yang terkenal dengan tempat transit
sebelum tracking kece di Taman Nasional Komodo. Tapi Ruteng???
Secara umum saya lebih suka Ruteng. Kenapa? Hawa
dingin, kabut dingin (Bukan Kabut Asap lohh yaa), udara segar, kesunyian, dan
juga tata ruang kota yang lebih rapih dan indah. Puncak musim kemarau adalah
titik terdingin kota ini. Kabut dengan indahnya menyapa setiap harinya dan
menambah kesejukan kota ini. Kalian bisa bergaya ala Korea disini. Memakai
jaket tebal dan syal ala korea. Dan dijamin tidak salah kostum. Banyak sekali
dijumpai orang-orang memakai baju tebal. Di kota ini juga banyak dijumpai
toko-toko yang menjual baju-baju bekas dari LN. Aku menyebutnya Awul-awul atau
bisa juga disebut “Mol” bukan “Mall” loh yaa... Mol alias Molak-Malik. Jadi
kamu harus bener-bener teliti saat kamu berencana membeli baju-baju bekas itu.
Pulau Flores #Part 1 "Labuhan Bajo"
Ingatanku hampir memudar, ini tentang bagaimana kesan
pertamaku di pulau sejuta bunga “Pulau Flores”. Kesan pertama di Flores??
1.
Panasss
Panasnya
Labuhan Bajo…
Gb. Bandar Udara Labuhan Bajo "28 Agustus 2014
Gambar di atas diambil setahun yang lalu. Sekarang sudah tidak ada lagi tulisan dan patung komodonya.
Langganan:
Postingan (Atom)