Saat harapan
hanya sebatas harapan, dan kenyataan yang ada telah memupuskan harapan itu,
yang tersisa hanyalah sisa-sisa semangat dan juga kemarahan. Saya merasakan itu
dan saya juga marah. Saya sudah berjalan cukup lambat, bahkan sangat lambat. Dan
sepanjang perjalanan panjangku selama 11 bulan 5 hari ini saya juga berpikir,
bahkan saya berpikir sangat keras. Saya berpikir cara untuk diri saya sendiri
dan mempersiapkan langkah yang sedikit lebih cepat. Tapi keadaan dan kenyataan
yang ada masih saja terus menahan langkahku.
Saat mengawali
di awal tahun 2013 itu, saya mengharapkan saya mampu menyelesaikan sebelum
akhir tahun. Tapi lagi-lagi ini hanya harapan saya, dan kenyataan saya saat ini
adalah saya masih belum mampu menyelesaikan ini, bahkan ketika bulan paling
buncit ditahun 2013 ini semakin berlalu.
5 Desember,
2013. Hari ini saya menangis. Saya merasa putus asa dengan harapan dan impian
saya itu. Saya marah pada diri saya sendiri yang masih saja menjadi orang yang
bodoh. Ini sudah yang kedua kali, dan sepertinya saya akan melewatkannya lagi. Mungkin
saya hanya akan jadi saksi keberhasilan mereka. Hari ini saya masih menjadi
manusia yang lupa untuk bersyukur.
Saya masih
marah, kenapa saya tidak bisa seperti mereka? Mungkin waktu itu saya memulainya
lebih awal dari mereka, kenapa saya masih saja tertinggal? Sebegitu lambatkah
jalan saya? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Hari ini saya
hidup dengan kemarahan, kekecewaan, dan juga keputus-asaan. Saya yang bodoh,
saya yang lambat, dan saya yang tidak licik apalagi cerdik. Hari ini saya
benar-benar iri dengan mereka.
Kenapa saya
tidak bisa? Bahkan ketika hari-hariku di tahun ini hanya saya lewati untuk mengerjakan
ini dan tanpa aktivitas lain, kenapa saya juga tidak bisa menyelesaikannya. Sebegitu
bodohkah saya? Melewati 11 bulan 5 hari dalam tahun ini untuk mengerjakan itu,
pergi ke C5, C1, Rusunawa, Trangkil, dan Perpustakaan. Hanya itu yang saya
lakukan. Berbagi tawa dengan orang-orang itu, saya bahagia ketika bersama. Tapi
ketika saya tenggelam dalam kesendirian, yang bisa saya lakukan hanya menangis.
Dan tangisanku itu sama sekali tidak ingin saya bagi.
Selama 11
bulan 5 hari di tahun ini saya hidup dalam sandiwara kebahagiaan. Saya berpikir
bahwa saya akan baik-baik saja. Tapi saat ini saya telah melewati batas
kesabaranku. SAAT INI SAYA TIDAK BAIK-BAIK SAJA. Saat ini tangisanku pecah
dalam kesendirian. Hari ini saya benar-benar tidak baik-baik saja.
Mendapat kabar
ibu yang melahirkanku tidak dalam keadaan yang baik, dan mendengar “kata-kata”
dari ibu yang itu. Hari ini saya benar tidak baik-baik saja. Mungkin hari ini
saya tidak hanya menangis karena lembar-lembar kertas yang terbuang sia-sia,
mungkin ini karena saya tidak bisa memberikan kabar bahagia untuk mereka yang
telah menungguku.
Yang saya
takutkan dalam hidup ini adalah “membuat orang-orang mendukung, menyayangi, dan
juga mereka yang menungguku itu kecewa”. Yang saya takutkan adalah mereka itu
tidak bahagia karena saya, mereka menangis karena saya, dan mereka kecewa
dengan kebodohan saya. Ibuk, bapak, mianhae.... lagi-lagi saya mengecewakan
kalian untuk kesekian kalinya.
Ketika saya
memikirkan kegagalan saya kali ini, hal pertama yang muncul adalah berapa
rupiah lagi yang akan mereka keluarkan untuk menghidupi seorang anak yang bodoh
ini. Alasan kenapa saya masih saja menangis adalah saat saya berpikir bahwa
saya berpura-pura tidak berdaya, saya yang masih seorang pengemis, dan saya
yang bodoh bahkan diumurku yang hampir 23 tahun. Pengemis yang bodoh ini masih
saja duduk di tempat, berpura-pura bahagia, berpura-pura hidup tanpa impian,
berpura-pura baik-baik saja, dan juga berpura-pura menjadi orang yang hebat.
Tidak ada
kebanggaan yang bisa saya bagi dengan mereka. Yang saya bagi kepada mereka
hanya harapan yang ternyata semakin palsu. Harapan semakin pupus, dan juga
kenyataan bahwa anak ini masih saja bodoh. Sampai saat ini, saya hanya
memandang hidup adalah UANG, hidup untuk uang, dan uang yang membuat saya
hidup. Tapi saat semua orientasiku hanya tentang uang, kenyataan yang ada
adalah saya bahkan belum bisa menghasilkan uang sekalipun itu satu rupiah.
Retno Ristianingrum si pengemis yang bodoh, hanya bisa melihat lembar-perlembar
uang hasil belas kasian keluarga menghilang setiap harinya.
kureeeet :'(
BalasHapusapa yang terjadi?
lagi marah plus kecewa karena blm bisa bimbingan2 lagi..... dan sekarang saya menyerah saja... woles wae lah.... juni yaaa ayooookkkk
BalasHapus